Baru-baru ini Wardah menjadi
trending di media sosial terkait sumbangan sebesar Rp 40 miliar untuk penanganan virus corona Covid-19. Hal
ini diungkapkan langsung oleh CEO PT Paragon Technology and Innovation, Salman
Subakat yang dikutip dari Kumparan News.
Mereka menggelontorkan
bantuan alat kesehatan ke sejumlah rumah sakit diantaranya RS Persahabatan, RS
Pelni, dan RS Sulianto Saroso. Nah buat kamu yang bertanya-tanya siapa sosok
sukses di balik perusahaan besar PT Paragon Technology & Innovation (PTI)
yang menangani 3 brand kosmetik lokal seperti Wardah, Emina, dan Make Over.
Berikut penjelasannya.
Kesuksesan brand Wardah
tentunya tidak lepas dari sosok wanita yang mengawali usahanya dari sebuah
usaha rumahan. Nurhayati Subakat saat itu mengenalkan produk kosmetiknya hanya
lewat rumah ke rumah.
Wanita kelahiran Padang Panjang,
Sumatera Barat ini merupakan anak kedua dari delapan bersaudara. Sejak kecil Bu
Nurhayati memang sudah dikenal sebagai anak yang cerdas, terbukti saat masuk
perguruan tinggi ia berhasil diterima di Institut Teknologi Bandung (ITB)
jurusan Farmasi.
Setelah menyelesaikan kuliah
tepat waktu, Nurhayati kemudian pulang kampung ke Padang dan bekerja di rumah
sakit sebagai apoteker. Selanjutnya karena ingin mengembangkan karier, ia
pindah ke Jakarta dan bekerja di perusahaan Wella Cosmetic dari tahun 1979
sampai 1985.
Nah bebekal pengalaman
inilah Nurhayati memutuskan untuk membuka usaha sendiri, padahal waktu itu ia
sudah mempunyai jabatan yang tinggi di perusahaan tersebut. Namanya juga usaha
pasti ada risiko yang harus diterima dong?
Pada 1985 ia mencoba untuk produksi shampo yang
menargetkan salon-salon pinggiran di daerah Tangerang. Saat itu menurut wanita
Padang ini tidak membutuhkan modal yang terlalu besar, ia punya mobil yang bisa
digunakan untuk memasarkan dagangan dan rumah untuk tempat produksi sehari-hari
juga sudah cukup.
'Putri' merek produk yang
pertama dijual hanya dipasarkan ke salon-salon pinggiran di wilayah Tangerang.
Namun karena harga yang terjangkau tetapi kualitasnya bagus, produk tersebut
akhirnya banyak peminat hingga Nurhayati bisa mendirikan sebuah PT Pusaka
Tradisi Ibu dalam manajemen usaha shamponya.
Menjalankan usaha pasti tak
selamanya berada di atas, begitu juga dengan Nurhayati yang mengalami cobaan
beberapa tahun kemudian. Setelah 5 tahun bisnisnya berkembang pesat, pabrik
miliknya malah dilalap api dan terbakar.
Kejadian tersebut tentu saja
membuat nasib usaha shampo yang telah dirintis dengan kerja keras berada di
ujung tanduk, bahkan ia sempat berpikir untuk menutup usaha karena belum terbayarnya
utang di bank ditambah lagi dengan gaji karyawan yang belum diberikan
haknya.
Namun apakah Nur lantas
pasrah? Tentu tidak, kalau saat itu ia berhenti untuk usaha mungkin kita tidak
akan mengenal brand Wardah seperti saat ini.
Dengan kemauan yang kuat
untuk bangkit dari keterpurukan, akhirnya Nurhayati memulai kembali dari nol.
Modal usaha ia peroleh dari tabungan suami dan digunakan untuk membayar gaji
karyawan serta membangun lagi tempat produksi usahanya.
Awal Wardah Terbentuk
Pabriknya yang baru akhirnya
berdiri dan beroperasi lagi, selain itu ia kemudian mencoba untuk melakukan
inovasi baru dengan membidik konsumen muslimah. Pada 1995 Wardah tercipta dari
tangan Nurhayati Subakat. Nama Wardah yang memiliki arti bunga mawar dipilih
karena ia membuka usaha yang bertema islami.
Baiknya, kosmetik ini dengan
cepat diterima masyarakat khususnya kaum muslimah, terbukti di tahun 1999-2003
penjualan produk melonjak drastis. Strategi pasar dan promosi yang bagus
disertai manajemen yang kuat membuat produk Wardah Nurhayati Subakat ini dengan
cepat mengusai pasar kosmetik nasional.
Di tahun 2011, PT Pusaka
Tradisi Ibu berganti nama menjadi PT Paragon Technology & Innovation yang
hingga kini mempunyai lebih dari 7.500 karyawan dan memiliki kapasitas produksi
lebih dari 95 juta produk personal care dan makeup.
Dari perjalanan kisah
Nurhayati Subakat kita bisa belajar dari sebuah bisnis sekecil apapun jika
dilakukan dengan tekun dan inovasi tentunya akan mendatangkan hasil yang
maksimal. Kumparan.com
0 Comments:
Berkomentarlah dengan bijak!