Yogyakarta memang penuh
dengan makanan legendaris yang selalu membuat kangen. Mungkin kamu sudah tak
lagi asing dengan jajanan lupis, cenil, gatot, hingga tiwul yang dijual oleh
Mbah Satinem di dekat Tugu Jogja. Ya, simbah sudah mulai berjualan lupis sejak
tahun 1963, bahkan yang terbaru dan bikin kaget adalah jajanannya yang dibeli
oleh Lee Seung Gi.
Selain Mbah Satinem, ada
satu nama lagi yang terkenal dengan makanan gudegnya, namanya Mbah Pon. Yang
menarik dari Mbah Pon ini adalah ia sukses menyekolahkan 5 orang anaknya di
universitas ternama, tanpa beasiswa. Bahkan, ia merasa hidupnya tak pernah
didatangi oleh masalah. Mari kita simak kisah hebat Si Mbah penjual gudeg ini!
Mbah Pon ini sudah menjual
gudeg dari lama, ia bisa ditemui di pojokan Pasar Bringharjo. Punya lima orang
anak, semuanya berhasil masuk ke dalam universitas ternama, dua di antaranya
kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM), dua lainnya di Institut Teknologi
Bandung (ITB), dan satu anak lainnya di Universitas Indonesia (UI). Sebagai
seorang ibu yang hanya berjualan gudeg, jelas saja banyak yang ingin bertanya
tentang resep sukses alah Mbah Pon.
Ia pun diundang untuk hadir
serta dalam sebuah seminar. Para peserta pastinya ingin mendapatkan jawaban
yang memuaskan tentang bagaimana Mbah Pon menyekolahkan semua anaknya hingga
sukses, tanpa mengandalkan beasiswa. Namun, yang membuat terkejut adalah cara
Mbah Pon menanggapi setiap pertanyaan yang dialamatkan kepadanya.
Saat ditanya bagaimana acara
mendidik anaknya, Mbah Pon hanya bilang, “nggih biasa mawon, nek nakal nggih
dikandani”, kalau mau diartikan ke dalam bahasa Indonesia, “ya biasa saja,
kalau nakal ya dikasih tau”. Pertanyaan soal pembayaran kuliah anak-anaknya pun
dijawab mbah Pon dengan santai, “pas kedah bayar sekolah nggih dibayar”
(Sewaktu harus membayar sekolah ya dibayar). Peserta seminar lain pun tidak tau
harus bertanya apa lagi, karena jawaban yang diberikan oleh Mbah Pon ini
sederhana sekali, namun mungkin memang begitu kenyataannya.
Sampai, satu peserta
bertanya “Mbah Pon, napa njenengan mboten nate wonten masalah?” (Nenek Pon,
apakah nenek tidak pernah ada masalah?). Dengan wajah yang tapak bingung, ia
balik bertanya, “masalah niku napa tho? Masalah niku sing kados pundi?”
(Masalah itu apa ya? Masalah itu yang dimaksud seperti bagaimana ya?)
Si peserta menjawab lagi
“itu loh Mbah, misalkan sewaktu harus membayar sekolah pas waktu itu tidak ada
uang untuk membayarnya”. Dengan nada datar Mbah Pon menjawab “oh, niku tho,
nggih gampil mawon, dereng wonten artho nggih kula nyuwun Gusti Allah, lha
ndilalah mbenjang e gudeg e wonten ingkang mborong” (Oh itu, ya mudah saja,
belum ada uang, ya saya minta kepada Gusti Allah, lha ternyata besoknya gudeg
saya ada yang memborong habis).
Jawaban inilah yang menampar
para peserta yang hadir dalam seminar itu. Seorang nenek tua yang sudah banyak
makan asam garam dalam hidupnya bahkan tidak tau apa itu masalah, sehingga ia
selalu menganggap bahwa hidupnya tanpa masalah. Apapun yang tidak ia punyai, ia
tinggal meminta kepada Tuhan, maka akan ada saja jalan dan rezeki yang datang.
Prinsip hidup seperti inilah
kemudian dipuji oleh banyak netizen. Mereka kagum dengan sosok Mbah Pon yang
selalu menganggap bahwa masalah itu bisa saja tidak ada, kalau kita tak
menganggapnya sebagai masalah. Selanjutnya, dihadapi saja, sambil berusaha dan
berdoa kepada Yang Maha Kuasa. Boombastis.com
0 Comments:
Berkomentarlah dengan bijak!