Banyak cara diupayakan warga
agar tetap bertahan hidup dalam situasi krisis seperti sekarang. Masyarakat di
beberapa desa di Yogyakarta memilih membangun sistem ketahanan pangan secara
mandiri tanpa campur tangan pemerintah. Pangan dikumpulkan untuk
didistribusikan kepada yang paling berhak dan membutuhkan.
Di RW 09 Dusun Candi Karang,
Sardonoharjo, Sleman, warga membeli bahan kebutuhan pokok seperti beras, mi
instan, dan telur dari dana patungan. Bahan pokok tersebut lantas disumbangkan
untuk "warga yang kurang mampu, para pekerja yang dirumahkan, pedagang
yang omzetnya turun drastis," kata Ketua RW 09 Pujono kepada reporter
Tirto, Kamis (9/4/2020).
Beberapa hari terakhir,
terutama sejak sejumlah orang di Yogyakarta termasuk di Kecamatan Ngaglik
diketahui positif terinfeksi Corona COVID-19, warga betul-betul membatasi diri
keluar rumah. Tak pelak, aktivitas yang terbatas membuat perekonomian ikut
terpuruk, termasuk yang dialami 150 keluarga RW09 yang penghasilannya dari
berdagang.
Dana patungan klaster
pertama terkumpul Rp5 juta. Dari sana 21 warga mendapatkan paket berisi lima
kilogram beras, telur, mi instan, dan kecap. Jenis sumbangan itu telah dipikir
masak-masak karena banyak pula warga yang bekerja sebagai petani hortikultura.
Jadi, bahan-bahan seperti cabai, tomat, dan mentimun masih bisa diperoleh dari
tanah sendiri.
Selain dari warga, RW
bekerja sama dengan takmir masjid untuk menggunakan kas atau infak dari jemaah.
Rencananya pada periode kedua ini ada 41-50 warga yang akan mendapatkan paket
sembako. Sistem ini akan terus berlanjut sampai pandemi COVID-19 lenyap.
Kepada Desa Sardonoharjo
Herjuno Wiwoho mengatakan ia memang "mendorong warga untuk punya lumbung
pangan di wilayah masing-masing," selain juga membangun lumbung pangan
sendiri di tingkat desa. Kepada reporter Tirto, Kamis (9/4/2020), ia mengatakan
lumbung pangan dimaksudkan sebagai jaring pengaman sosial terutama bagi mereka
yang kurang mampu dan harus mengisolasi diri secara mandiri.
Ia lantas mengatakan selain
dari donasi mandiri warga, ada pula dana lain yang disisihkan dari Dana Desa.
"Yang dianggarkan sekitar Rp350 juta. Ini untuk jangka panjang karena
tidak bisa diprediksi sampai kapan." Perangkat desa sedang mendata
penerima bantuan pangan. Ia tak ingin bantuan tidak merata dan tumpang tindih
dengan bantuan lain seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dari pemerintah
pusat--jika ada.
Lumbung Pangan ala Muhammadiyah
Organisasi keagamaan seperti
Muhammadiyah juga ikut menggerakkan pengaktifan lumbung pangan di tengah
pandemi lewat Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazizmu). Kepada
reporter Tirto, Jumat (10/4/2020), ketua Lazizmu Hilman Latief menjelaskan
konsep lumbung itu ada beberapa jenis.
Pertama ada lumbung yang
identik dengan gudang penyimpanan pangan dan hanya dapat dimanfaatkan oleh satu
komunitas dalam keadaan mendesak, misalnya paceklik. Kedua, lumbung dapat juga
berbentuk kerja sama pengelolaan bahan pangan. Apa yang dilakukan Muhammadiyah
dan Lazizmu adalah konsep yang terakhir yakni membangun kerja sama dengan para
petani dan peternak.
"Seperti itu juga
lumbung, bukan hanya secara fisik," kata Guru Besar Studi Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini. "Sekian produksi mereka
akan menjadi bagian dari program kita. Misalnya petani beras dalam dua bulan
diminta 10 ton, peternak ayam diminta 5 ton."
Tentu Lazizmu membayar
mereka dengan angka yang layak. Bahan pangan ini lantas dikemas dan diberikan
gratis kepada warga. "Paket yang kami distribusikan menjelang Ramadan ini
cukup untuk sepekan," ujarnya. Menurutnya cara ini juga menguntungkan
produsen karena beberapa di antara mereka juga saat ini kesulitan menjual
barang.
Hilman telah mengeluarkan
surat edaran kepada seluruh pengurus Lazizmu di daerah untuk menyediakan gudang
termasuk isinya dan juga mendata penerima manfaat. Salah satu contoh yang sudah
berjalan di Kampung Nitikan, Umbulharjo, Yogyakarta. Lazizmu bekerja sama
dengan Pimpinan Ranting Muhammadiyah Nitikan dan pengurus kampung.
Tak Perlu Menunggu Pemerintah
Konsorsium Pembaruan Agraria
(KPA), organisasi yang terdiri dari serikat tani, masyarakat adat, juga nelayan
dan kerap berkampanye soal 'reforma agraria sejati', pun mengaktifkan lumbung
pangan yang mereka namakan 'lumbung agraria'. Mereka mulai memobilisasi hasil
panen para petani yang harga jualnya semakin turun karena terdampak COVID-19.
Sekjen KPA Dewi Kartika
mengatakan ada dua konsep lumbung agraria yang saat ini sedang dijalankan,
yakni melalui insentif dan melalui donasi. Mekanisme pertama, KPA mengumpulkan
hasil panen petani kemudian didistribusikan. Distribusi ini tidak dibuka secara
umum tetapi hanya kepada jaringan serikat buruh, komunitas sektor informal, dan
kaum miskin kota--yang paling terdampak pandemi.
Pengumpulan distribusi hasil
petani ini dilakukan dengan protokol yang ketat. Setiap rumah tangga petani
atau komunitas petani diminta untuk mengamankan persediaan sendiri terlebih
dahulu untuk enam bulan, baru kemudian sisanya dijual ke KPA dengan harga
normal.
"Kami memberikan
insentif di level petani agar harga tidak anjlok tapi kita menjualnya juga
tidak terlalu mahal. Misalnya beras pandan wangi Rp14 ribu, kita jual hanya
Rp9.500. Jadi benar-benar harganya normal," kata Dewi kepada reporter
Tirto, Kamis (9/4/2020)
Mekanisme kedua adalah
lumbung agraria berbasis donasi dari para petani. Seperti namanya. Petani
memberikan cuma-cuma hasil buminya untuk diberikan kepada yang berhak. Bagi
Dewi, di tengah situasi seperti sekarang, menunggu bantuan pemerintah sama
sekali tidak tepat. Toh gerakan seperti ini sudah banyak dilakukan di
sektor-sektor lain.
"Kalau menunggu
pemerintah, kita enggak tahu targetnya di mana, apakah tempat sasaran atau
tidak," tegasnya. Dalam konteks pertanian, apa yang hendak dilakukan
pemerintah juga belum jelas. "Apakah memastikan hasil panen akan dibeli
entah Kementan, Kemendes, atau Bulog.
Sampai sekarang kami belum
merasakan itu, sementara harga jual di tingkat petani semakin turun,"
ujarnya. Meski inisiatif 'rakyat bantu rakyat' semakin berlipat ganda, ia
menegaskan masyarakat tetap wajib menuntut hak pemenuhan hidup kepada
pemerintah. "Kita tetap menuntut jaminan dari pemerintah yang by system
dan sistematis," tegasnya. Tirto.id
0 Comments:
Berkomentarlah dengan bijak!